Rabu, 11 Mei 2011

renungkanlah sedikit

 
Sungguh ironi. Jika melihat ketidak seimbangan ekonomi di Indonesia. Para wakil rakyat yang terhormat berkehidupan sangat berkecukupan, sedangkan di jalan begitu banyak rakyat yang luntang-lantung mencari nafkah di jalanan. Apakah mereke tak melihat? Atau pura-pura tak melihat?
Menurut saya, bukan sepenuhnya salah mereka jika beberapa orang memilih jalan yang tak hallal untuk mendapatkan sesuap nasi. Bukan sepenuhnya salah mereka, jika mereka mempunyai perilaku yang bringas. Seandainya bapak dan ibu wakil rakyat yang terhormat mau sejenak empati terhadap mereka dan mau melakukan sesuatu. Bukankah banyak statsiun TV yang menayangkan tentang keadaan orang jalanan? Salahsatunya adalah berita yang saya baca di REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA:
”Pengemis banyak ditemui di jalanan, perempatan, pinggir jalan, bawah jembatan, atas jembatan penyeberangan, dan lain sebagainya. Mereka selalu mencari tempat strategis yang banyak dilewati orang. Ini tak lain agar banyak orang bisa memberinya uang.
Purwono, Kepala Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 3, membenarkan adanya peraturan agar tak boleh lagi memberi uang pada pengemis di jalan. Apabila tak ada lagi orang yang memberi uang di jalan, pengemis akan kapok dan tak akan lagi menjadi pengemis. "Mereka kan cari pekerjaan pengganti," katanya.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak tertipu dengan penampilan pengemis dan merasa iba pada mereka. Pengemis merupakan PMKS. Pengemis, menurutnya, itu kebanyakan bukan orang asli Jakarta. "Sebagian besar dari pantura," katanya.
Modus Pengemis
Purwono menjelaskan bahwa pengemis-pengemis ini sengaja ingin membodohi masyarakat Jakarta agar memberinya uang. Pengemis juga banyak melakukan modus agar orang-orang merasa iba kepadanya.
Mereka sengaja memakai baju compang-camping agar orang mengira bahwa mereka tak sanggup membeli baju laik. Padahal, penghasilannya yang diperoleh dari mengemis itu bisa mencapai ratusan ribu dalam sehari.
Beberapa pengemis dengan sengaja membuat luka pada tubuhnya dan memberinya tape agar lalat menempel pada tubuhnya. Terkadang, tubuhnya juga dibuat seperti buntung. Tujuannya adalah agar orang kasihan karena orang cacat seperti mereka tak punya kesempatan lain untuk bekerja selain hanya bisa mengemis.
Pengemis perempuan bahkan sering menyewa bayi. Bayi tersebut dibawa mereka keman-mana agar orang merasa iba bahwa ada seorang ibu yang membawa bayi dan membutuhkan uang. Tak jarang pantat dari bayi yang disewanya tersebut dipukul agar menangis. Ini tak lain guna menambah keibaan.
Magdalena Sitorus, seorang aktivis kemanusiaan, pun tidak setuju dengan adanya pengemis. "Saya tidak respek pada mereka," katanya. Ia juga mengharapkan agar seluruh masyarakat tahu dan paham bahwa pengemis itu adalah sebuah gangguan. Mereka bukan sebuah hal yang harus dibantu.”
Semoga saja suatu saat nanti bapak dan ibu wakil rakyat yang terhormat berkenan untuk merelakan keperluannya, dan bersedia untuk hidup sederhana, dan menginvestasikan dananya untuk ‘proyek akhirat’, demi memberi orang-orang yang kurang beruntung harapan untuk hidup lebih baik, amin. Karena sungguh beruntung kehidupan bapak dan ibu kelak jika mau berinvestasi untuk akhirat, dan kehidupan bapak dan ibu akan dijamin lebih makmur dari di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar