Rabu, 11 Mei 2011

MULTINASIONAL

A.     PENGERTIAN PERUSAHAAN MULTINASIONAL
Perusahaan multinational pertama kali muncul pada tahun 1602 yaitu Perusahaan Hindia Timur Belanda yang merupakan saingan berat dari Perusahaan Hindia Timur Britania. Perusahaan multinational atau PMN atau MNC adalah perusahaan yang berusaha di banyak negara; perusahaan ini biasanya sangat besar. Perusahaan seperti ini memiliki kantor-kantor, pabrik atau kantor cabang di banyak negara. Mereka biasanya memiliki sebuah kantor pusat di mana mereka mengkoordinasi manajemen global. Perusahaan multinational juga sangat besar memiliki dana yang melewati dana banyak Negara, Mereka dapat memiliki pengaruh kuat dalam politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar bagai para politisi, dan juga sumber finansial yang sangat berkecukupan untuk relasi masyarakat dan melobi politik.Karena jangkauan internasional dan mobilitas PMN, wilayah dalam negara, dan negara sendiri, harus berkompetisi agar perusahaan ini dapat menempatkan fasilitas mereka (dengan begitu juga pajak pendapatan, lapangan kerja, dan aktivitas eknomi lainnya) di wilayah tersebut. Untuk dapat berkompetisi, negara-negara dan distrik politik regional seringkali menawarkan insentif kepada PMN, seperti potongan pajak, bantuan pemerintah atau infrastruktur yang lebih baik atau standar pekerja dan lingkungan yang memadai. PMN seringkali memanfaatkan subkontraktor untuk memproduksi barang tertentu yang mereka butuhkan.
B.     FUNGSI SDM DALAM PERUSAHAAN MULTINASIONAL
Globalisasi yang terjadi belakangan ini telah memberikan dampak yang signifikan bagi kelangsungan hidup organisasi. Globalisasi telah menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang begitu cepat di dalam bisnis, yang menuntut organisasi untuk lebih mampu beradaptasi, mempunyai ketahanan, mampu melakukan perubahan arah dengan cepat, dan memusatkan perhatiannya kepada pelanggan. Globalisasi ini juga dapat memunculkan bahaya, sekaligus kesempatan bagi organisasi.
Bisnis internasional bersifat luas dan multidimensional, maka pelaku bisnis/ perusahaan perlu memiliki kawasan yang luas dalam menjalankan kegiatannya. Seperti yang dikatakan Pang Lay Kim, bahwa bisnis internasional merupakan arena bagi hampir semua unsur seperti politik, ekonomi dan diplomasi. Hubungan internasional secara nyata ikut berperan, mempengaruhi dan bersaing serta bekerja sama dalam bisnis internasional.
Menurut pakar perubahan John P. Kotter (1995) dalam bukunya Leading Change, globalisasi yang terjadi di pasar dan kompetisi telah menciptakan ancaman, berupa semakin banyaknya kompetisi dan meningkatnya kecepatan dalam bisnis. Namun demikian juga memunculkan kesempatan berupa semakin besarnya pasar dan semakin sedikitnya hambatan -hambatan yang akan muncul. Dalam suasana bisnis seperti ini, Fungsi Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam perusahaan harus mampu untuk menjadi mitra kerja yang dapat diandalkan, baik oleh para pimpinan puncak perusahaan, maupun manajer lini. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Stone (1998), bahwa para Manajer SDM saat ini berada dalam tekanan yang tinggi untuk menjadi mitra bisnis strategis, yaitu berperan dalam membantu organisasi untuk memberikan tanggapan terhadap tantangan-tantangan yang berkaitan dengan down sizing, restrukturisasi, dan persaingan global dengan memberikan kontribusi yang bernilai tambah bagi keberhasilan bisnis. Selama ini Fungsi SDM lebih banyak dilihat sebagai pengelola administrasi personalia atau pengawas dari peraturan perusahaan di bidang ketenaga-kerjaan. Fungsi SDM selama ini lebih banyak berperan dalam hal-hal yang menyangkut penyelenggaraan hubungan industrial di perusahaan, seperti pembuatan Peraturan Perusahaan/Kesepakatan Kerja Bersama, menjalin kerjasama dengan Departemen Tenaga Kerja, menyelesaikan perselisihan antara perusahaan dengan serikat pekerja atau karyawan. Yang lebih menyedihkan lagi bila peran Fungsi SDM hanya dianggap penting saat perusahaan ingin melakukan pengurangan jumlah karyawan.
Selain itu, Fungsi SDM juga seringkali dipersepsikan perannya tidak lebih sebagai pelaksana Administrasi Personalia, yaitu yang mengurus masalah pembayaran gaji karyawan, mengurus cuti karyawan, penggantian biaya kesehatan, dan sebagainya. Demi mendukung para pimpinan puncak dan manajer lini di perusahaan dalam melaksanakan langkah -langkah strategis yang tepat untuk bersaing di pasar global, maka Fungsi SDM dituntut untuk meredefinisi perannya di dalam perusahaan. Tuntutan terhadap peran baru Fungsi SDM sejalan dengan pesan disampaikan oleh Dave Ulrich (1997), seorang Profesor di bidang Pengembangan Perusahaan dari Universitas Michigan: In the field of Human Resources, death rites have been proclaimed, eulogies written and funerals prepared for the demise of the HR Function. But these eulogies are premature. HR as we know it (with images of policy police, regulators, administrative guardians) has passed, and the rise of the new HR is well underway ´Dari ungkapan di atas, terlihat bahwa peran tradisional Fungsi SDM , yang selama ini ada, tidak dapat lagi dipertahankan sepenuhnya seperti dulu, bila fungsi tersebut ingin tetap hadir di dalam bisnis. Peran tradisional ini bukanlah tidak penting, namun peran tradisional tersebut harus diperluas dan diperkaya. Untuk itulah, maka Fungsi SDM yang ada di perusahaan harus sudah mulai melakukan perubahan perannya, dari pemain peran tradisional yang pasif, menjadi pemain peran yang bertindak proaktif dan memberikan nilai tambah kepada perusahaan. Peran Baru Menurut Ulrich (1997), Fungsi SDM harus menetapkan standard yang lebih tinggi dari yang telah mere ka miliki hingga saat ini. Mereka harus mengerakkan para praktisinya lebih tinggi dari peran sebagai polisi atau penjaga kebijakan atau peraturan, sehingga dapat menjadi mitra, pemain dan pelopor dalam memberikan keuntungan kepada perusahaan. Untuk itulah Ulrich (1997) menyarankan 4 peran baru yang harus dimainkan oleh Fungsi SDM dan para praktisinyanya, agar dapat memberikan hasil dan menciptakan keuntungan dari keberadaan mereka di dalam perusahaan, yaitu :
1.       Mitra bisnis strategis. Sebagai mitra bisnis strategis, Fungsi SDM dan para praktisinyanya dituntut untuk mempunyai kemampuan dalam menterjemahkan strategi bisnis yang ditetapkan perusahaan, menjadi tindakan-tindakan yang nyata di lapangan. Fungsi SDM dan para praktisinya harus mampu memberikan masukkan-masukkan yang bernilai tambah kepada tim bisnis perusahaan, dalam penyusunan strategi bisnis. Disamping itu, seorang praktisi SDM harus mampu mengembangkan ketajaman pengetahuannya di bidang bisnis, mempunyai orientasi terhadap pelanggan dan mempunyai pemahaman tentang kompetisi yang terjadi dalam bisnis yang dijalani oleh perusahaan.
2.       Ahli di bidang administrasi. Sebagai ahli di bidang administrasi, Fungsi SDM dan para praktisinya harus mampu melakukan rekayasa ulang terhadap proses-proses kerja yang dilakukannya selama ini. Dengan demikian proses adminsitrasi di bidang SDM akan menjadi lebih efisien dan efektif dalam melayani kebutuhan manajemen atau para karyawan akan informasi SDM.
3.       Pendukung & pendorong kemajuan karyawan. Dalam perannya sebagai pendukung dan pendorong kemajuan karyawan, Fungsi SDM dan para praktisinyanya dituntut untuk mampu mengenali kebutuhan-kebutuhan para karyawan, menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan karyawan dengan harapan harapan perusahaan, dan berupaya keras untuk melakukan langkah -langkah terbaik untuk mendorong agar kebutuhan -kebutuhan tersebut terpenuhi secara optimal. Fungsi SDM dan para praktisinya juga harus mampu untuk menciptakan suasana kerja yang dapat memberdayakan karyawan dan memotivasi perusahaan.
4.       Agen perubahan. Dalam kapasitasnya sebagai agen perubahan, Fungsi SDM mereka untuk memberikan kontribusi terbaiknya kepada dan para praktisinyanya dituntut untuk mampu menjadi katalisator perubahan di dalam perusahaan. Fungsi SDM dan para praktisinyanya harus mampu berperan dalam mempercepat dan mengelola proses perubahan yang dicanangkan oleh perusahaan secara efektif. Disamping itu, mereka dituntut pula untuk mampu mengenali hambatan -hambatan yang mungkin dihadapi oleh perusahaan bila perubahan dilakukan. Dengan demikian dapat mencegah terjadinya gejolak sosial, yang kontra produktif di dalam perusahaan.
Permasalahan Untuk mewujudkan peran-peran seperti tersebut di atas: Memang bukanlah hal yang mudah. Banyak masalah yang harus dihadapi oleh Fungsi SDM dan para praktisinyanya. Masalah-masalah tersebut antara lain sebagai berikut :
1.       Adanya mitos yang tidak tepat tentang Profesi SDM yang selama ini hidup di masyarakat, para pemimpin perusahaan, maupun di kalangan praktisi SDM sendiri, seperti yang diungkapkan oleh Ulrich ( 1997) berikut ini :
MITOS
REALITAS
Orang memilih profesi SDM karena menyukai berhubungan dengan manusia
Fungsi SDM tidak dirancang untuk menciptakan aktivitas sosial yang membuat karyawan merasa nyaman, tetapi dirancang untuk membuat karyawan menjadi lebih kompetitif
Setiap orang dapat menjalankan kegiatan di bidang SDM
Kegiatan-kegiatan di bidang SDM didasarkan atas teori dan penelitian. Praktisi di bidang SDM harus mampu menguasai keduanya
Fungsi SDM hanya berkaitan dengan sisi lunak dari bisnis, sehingga hasil kerjanya tidak perlu diukur
Dampak dari pelaksanaan aktivitas di bidang SDM terhadap bisnis harus dapat diukur. Praktisi di bidang SDM harus mampu menjabarkan pekerjaannya dalam bentuk kinerja yang mempunyai nilai finansial
Fungsi SDM memusatkan perhatiannya pada pengawasan biaya semata
Fungsi SDM harus memusatkan perhatiannya pada peningkatan nilai tambah kepada perusahaan, dan bukan menurunkan biaya
Para praktisi di bidang SDM adalah orang-orang yang lemah lembut
Para praktisi di bidang SDM pada suatu saat harus mampu untuk bertindak tegas, berdebat, beradu argumentasi, namun tetap suportif
2.       Belum tersosialisasinya pemahaman tentang Fungsi SDM sebagai sebuah profesi yang bersifat multidisipliner (Psikologi, Ekonomi/Manajemen/Bisnis, Hukum, Teknologi Informasi/Manajemen Informasi) di kalangan praktisi SDM. Hal ini terkadang membuat para praktisi SDM hanya memusatkan sejumlah aspek saja dari disiplin ilmu SDM tersebut. Hal ini mungkin terjadi karena para praktisi yang bersangkutan kurang memahami disiplin ilmu lainnya di bandingkan dengan disiplin ilmu yang dikuasainya.
3.       Peran tradisional dari Fungsi SDM di masa lalu membuat banyak praktisi SDM yang mempunyai keterbatasan dalam memahami strategi bisnis dan keuangan perusahaan secara menyeluruh.
4.       Mahalnya investasi di bidang Sistim Informasi SDM (Human Resources Information System). Beberapa Saran Masalah-masalah yang diungkapkan di atas tentunya perlu dicarikan jalan keluarnya.
Masalah-masalah tersebut, bukanlah hal yang mudah untuk diselesaikan. Atas dasar pemikiran itulah, oleh karena itu dibuatlah solusi atas masalah-masalah tersebut yang berguna, khususnya bagi para praktisi SDM. Alternatif-alternatif yang diusulkan di bawah ini, bukanlah seperti sebuah obat mujarab yang langsung dapat menyembuhkan penyakit, namun lebih sebagai sebuah proses berkesinambungan yang sebaiknya perlu mulai dilakukan:
1.        Para praktisi SDM sudah selayaknya menanamkan kesadaran bahwa dalam setiap kebijakan yang dibuat maupun tindakan yang dilakukan, haruslah memberikan nilai tambah kepada perusahaan. Nila tambah ini tidak saja bersifat kualitatif, tetapi juga kuantitatif, yang dapat diukur keberhasilannya. Untuk itulah dalam penyusunan sasaran-sasaran sebaiknya didasarkan atas kriteria -kriteria SMART (Specific, Measurable, Achieveable, Realistic, Time Frame ), yang berati bahwa setiap sasaran yang dibuat harus jelas, dapat diukur , dapat dicapai, realistis, dan mempunyai ukuran waktu yang jelas. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam menyusun sasaran -sasaran di bidang SDM, antara lain Performance Management, Balance Scorecard, dll*. (lihat penjelasan istilah)
2.       Untuk meluaskan wawasannya di bidang SDM, maka para praktisi SDM diharapkan untuk dapat secara aktif terlibat dalam membangun jaringan SDM melalui asosiasi-asosiasi SDM, baik yang bersifat lintas bisnis maupun bisnis sejenis.
3.       Untuk menjadi mitra bisnis strategis, maka para praktisi SDM perlu lebih meluangkan waktu untuk membaca buku-buku/koran/majalah atau banyak mendengarkan ulasan-ulasan di bidang bisnis, bertukar-pikiran dengan para praktisi bisnis di dalam perusahaan, maupun di luar perusahaan, dan secara proaktif memberikan saran-saran kepada manajemen puncak di perusahaan tentang langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh Fungsi SDM dalam mendukung keberhasilan bisnis perusahaan.
4.       Meningkatkan pengetahuan di bidang finansial dengan cara bertukar pikiran dengan para praktisi keuangan di dalam perusahaan, maupun dengan menghadiri pelatihan mengenai keuangan, yang dirancang khusus bagi para manajer/praktisi di luar Bidang Keuangan.
5.       Fungsi SDM dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat di bidang administrasi kepada manajemen dan para karyawan antara lain melalui penggunaan teknologi tepat guna di bidang sistim informasi (HRIS), evaluasi proses kerja, implementasi pendekatan Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), dan sebagainya.
6.       Agar menjadi pendukung dan pendorong kemajuan karyawan, Fungsi SDM perlu menyelengarakan program-program pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan para karyawan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Misalnya program pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan dalam berkomunikasi, mengelola waktu kerja, menetapkan sasaran kerja, dan kepemimpinan. Disamping itu para praktisi SDM perlu meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya dalam bidang-bidang yang berkaitan dengan komunikasi interpersonal dan komunikasi di dalam perusahaan, pengembangan dan pendidikan karyawan, serta kemampuan dalam menyusun strategi remunerasi yang tepat. Mengikuti pelatihan yang terkait dapat menjadi salah satu alternatif. Alternatif lainnya adalah dengan membangun hubungan yang akrab dengan para karyawan melalui kegiatan olah raga maupun rekreasi. Dengan kegiatan olah raga dan rekreasi ini, diharapkan akan terjalin komunikasi yang lebih baik dengan para karyawan.
7.       Fungsi SDM harus dapat memberikan contoh kepada fungsi-fungsi lain didalam perusahaan dalam hal memulai dan menerima perubahan. Fungsi SDM dapat terus menyempurnakan proses kerjanya, melalui umpan balik yang diterima dari hasil audit internal di bidang SDM, survey pendapat karyawan, maupun d engan menerapkan prinsip-prinsip yang menekankan pada upaya untuk selalu melakukan perbaikan-perbaikan mutu secara berkesinambungan dalam setiap kebijakan yang dibuat atau dalam setiap tindakan yang dilakukan.
8.       Mengingat mahalnya perangkat lunak sistim informasi SDM (HRIS), maka mengembangkan sendiri sistim informasi SDM merupakan salah satu kiat yang dapat dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan ahli -ahli yang ada di dalam perusahaan atau tenaga ahli lepas. Sistim yang dikembangkan ini, harus didasarkan atas hasil survey dan analisa yang mendalam mengenai kebutuhan dan manfaat yang diperoleh dari investasi bidang HRIS ini. Kiat yang lain adalah dengan melakukan outsourcing kebutuhan HRIS kepada pihak diluar perusahaan.
Peran dari Fungsi SDM dan para praktisinya saat ini dan di masa yang akan datang harus pararel dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam perusahaannya yang senantiasa berubah dengan cepat, sejalan dengan terjadinya globalisasi. Dalam atmosfir perusahaan seperti ini Fungsi SDM dan para praktisinya dituntut untuk mulai melakukan perubahan yang mendasar dalam memainkan perannya di perusahaan. Dengan perubahan ini, maka Fungsi SDM dan para praktisinya dapat memberikan nilai tambah kepada bisnis perusahaan. Mereka harus mampu untuk menjadi mitra strategis yang handal bagi pimpinan puncak perusahaan, ahli di bidang administrasi, pendukung dan pendorong kemajuan karyawan, dan agen perubahan yang selalu siap untuk menjadi katalisator terhadap perubahan yang digulirkan oleh perusahaan. Peran tradisional sebagai pelaksana administrasi dan penjaga peraturan sudah selayaknya diperbaharui dan diperluas. Untuk mewujudkan peran seperti yang diharapkan di atas, tentunya memerlukan kerja keras dan tekad yang kuat dari para praktisi SDM untuk secara terus-menerus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya di bidang-bidang yang selama ini mungkin kurang mendapatkan perhatian, seperti bisnis dan finansial, maupun di bidang-bidang yang selama ini menjadi bagian dari Fungsi SDM (Rekrutmen dan Seleksi, Pelatihan, Administrasi Personalia, Hubungan Industrial, dsbnya) . Investasi di bidang sistim informasi SDM juga layak untuk dipertimbangkan, sebagai salah cara yang dapat dilakukan untuk membuat kinerja dari Fungsi SDM menjadi lebih efisien dan efektif.
Penjelasan Istilah: Performance Management adalah sebuah konsep atau pendekatan yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dan kinerja individual dari karyawan. Tujuan dari performance management ini adalah untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan kinerja karyawan secara keseluruhan, dengan cara menyelaraskan sasaran-saaran yang ingin dicapai perusahaan dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh individu karyawan, dan secara berkesinambungan mengevaluasi kemajuan yang dicapai dari sasaran-sasaran tersebut. Balance Scorecard adalah salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan. Pendekatan ini dilakukan dengan cara mengkombinasikan pengukuran-pengukuruan tradisional yang menggunakan parameter finansial dengan pengukuran-pengukuran yang bersifat non-finansial. Pendekatan ini dapat memberikan para manajer informasi yang lebih kaya dan lebih relevan tentang aktifitas-aktifitas yang dikelolanya. Balance scorecard secara klasik mempunyai 4 parameter/struktur yang harus diukur, yaitu :
  1. Perspektif finansial (mis : keuntungan, pertumbuhan, biaya, dll)
  2. Perspektif pelanggan (mis : persepsi terhadap harga, kualitas pelayan, kepuasan pelanggan, dll)
  3. Perspektif internal (mis : daur waktu, produktifitas, proses kerja, dll)
  4. Perspektif belajar dan tumbuh (mis : Pengetahuan, pengembangan produk, pelatihan, dll)
Semakin berjalannya waktu, maka akan muncul pula teori-teori yang dapat mengembangkan perusahaan multinasional atau mungkin hanya menjadi implementasinya saja. Salah satunya adalah REN BARU APLIKASI SIX SIGMA – PROGRAM EFISIENSI FUNGSI HRD. “The Six-Sigma-driven program’s result are impressive, and it is the radical change in the overall measures of operating efficiency that excite us most.” (Jack Welch, CEO General Electric 1998)
Selama ini, Six Sigma dikenal sebagai salah satu program peningkatan kualitas (quality improvement) yang ampuh diterapkan di dunia produksi dan manufaktur. Konsep yang diperkenalkan oleh Motorola ini, sempat menggemparkan bidang Total Quality Management oleh karena hasil spektakuler yang mampu dicapai oleh Motorola dan berbagai perusahaan multinasional lainnya berkat program Six Sigma mereka.
Menurut laporan yang dirilis oleh Motorola pada bulan Januari 1999, sekitar $15 milyar berhasil dihemat selama kurun waktu 11 tahun. Semua itu berkat program Six Sigma yang dijalankan secara konsisten di perusahaan tersebut. Selama masa implementasi Six Sigma yang disebut “Decade of Improvement” di Motorola tersebut, proses cycle time bahkan berhasil dikurangi hingga sekitar 90%. Sebuah angka yang fantastis tentunya!
Karena dianggap sangat menyentuh sisi bottom-line bisnis, inisiatif Motorola tersebut kemudian diikuti pula oleh beberapa perusahaan yang lain. Sebagai contoh adalah AlliedSignal. Dilaporkan oleh CEO AlliedSignal, Lawrence Bossidy (1999) bahwa implementasi Total Quality Management dikombinasi dengan Six Sigma di dalam proses produksi mereka telah berhasil meningkatkan level produktivitas tahunan sebesar 6%. Hal ini hanya terjadi dalam kurun waktu implementasi Six Sigma selama 2 tahun. Begitu pula yang dilakukan oleh General Electric (GE) mengikuti sukses Motorola. Tingkat produksi mereka meningkat tajam berkat Six Sigma, sehingga mampu memberikan kontribusi sekitar $2 milyar sebagai keuntungan pada tahun 1999. Ketika diperkenalkan pertama kali di GE, sekitar 100,000 karyawan mereka langsung dilatih secara intensif mengenai konsep dan metodologi Six Sigma ini.
Menurut Harry, M.J dalam bukunya “The Vision of Six Sigma: A Roadmap for Breakthrough (1994, Phoenix, AZ, Six Sigma Publishing Co.) Six Sigma diartikan sebagai pendekatan logis, metodis dan statistik untuk mencapai perbaikan berkesinambungan (continuous improvements) di area-area yang sangat penting (critical areas) bagi keberhasilan perusahaan di bidang produksi maupun jasa.
Pada prinsipnya, konsep Six Sigma adalah terminologi statistik yang berupaya mencapai kesuksesan produksi atau jasa dalam tingkat maksimum, yakni ‘hanya’ 3.4 penyimpangan per sejuta proses yang terjadi. Kata Sigma, diambil dari bahasa Yunani yang melambangkan standard deviasi atau variasi di dalam suatu proses produksi atau jasa. Kebanyakan organisasi beroperasi dalam Three-Sigma level atau sekitar 66,000 penyimpangan per sejuta proses. Bandingkan dengan penyimpangan dalam sejuta proses yang menjadi standard bagi Six Sigma.
Seperti telah disebutkan di atas, konsep Six Sigma ini sendiri lahir pada era 80-an dari perusahaan Motorola. Dilihat dari sejarahnya, konsep ini muncul tatkala Amerika harus menghadapi kompetisi yang keras dengan produk-produk yang berasal dari Jepang. Melalui program Six Sigma ini, Motorola bertekad untuk mengembangkan program formal yang dapat mengurangi penyimpangan-penyimpangan pada produknya. Pada waktu itu, upaya yang dilakukan oleh Motorola adalah membuat keputusan berani untuk mencapai level six sigma untuk meningkatkan daya kompetisinya. Sejak dicanangkannya program tersebut, six sigma akhirnya menjadi semacam kultur dasar yang kemudian diterapkan diseluruh jajaran Motorola.
Untuk sederhananya, proses perubahan yang dikembangkan Motorola dan juga perusahaan lainnya dalam Six Sigma cenderung mengikuti konsep plan-do-check-action Deming yang kemudian dimodifikasi menjadi 5 tahapan yakni:
·         Prioritas (prioritize): proses mana yang perlu menduduki prioritas utama untuk dikembangkan. Atau, proses mana yang akan memberikan kontribusi tertingggi bagi peningkatan kepuasan pelanggan?
·         Ukur (measure): Bagaimana level atau tingkatan kemampuan proses itu pada kondisi sekarang?
·         Analisa (analyze): Kapan dan dimana sering terjadi penyimpangan?
·         Tingkatkan (Improve): Bagaimana kemampuan six sigma tersebut dapat dicapai? Apa faktor paling vital yang plan-do-check-action mengontrol hasil pekerjaan tersebut?
·         Kontrol (Control): Kontrol apa yang dapat diterapkan untuk mempertahankan hasil yang telah dicapai?
Bukan untuk Bidang Produksi Saja. Memang, pada awalnya, metodologi six sigma ini diimprovisasi dan diaplikasikan secara khusus untuk bidang-bidang manufakturing berskala besar (high-volume manufacturing) saja. Misalkan seperti yang dilaporkan oleh PricewaterhouseCooppers (1999), kini program Six Sigma banyak diadopsi oleh berbagai perusahaan multinasional di bidang chemical untuk proses produksi mereka seperti Dupont, Haneywall, GE Plastics, dll.
Praktek ini jelas menimbulkan kesan bahwa Six Sigma hanya bisa diterapkan di bidang-bidang yang berhubungan dengan produksi high-volume, bidang manufacturing. Padahal, sebenarnya Six Sigma pun dapat diterapkan baik di bidang high-volume maupun low-volume untuk usaha produksi maupun jasa. Sebagai contoh adalah berbagai implementasi six sigma yang telah berhasil dijalankan diberbagai perusahaan jasa seperti dilaporkan oleh Joseph A. DeFeo, Chief Operating Officer dari Juran Institute , misalnya:
s  Sebuah perusahaan fast-food internasional berhasil mengurangi lamanya proses delivery makanan kepada pelanggannya serta mengurangi penyimpagan-penyimpangan pada saat memasak dengan menggunakan program six sigma ini. Dalam waktu kurang dari dua tahun, perusahaan ini berhasil mencapai $10 juta profit dengan metode-metode six sigma yang berupaya mengidentifikasi dan mengimplementasikan proses untuk meningkatkan waktu pelayanan mereka.
s  Suatu perusahaan farmasi internasional melakukan suatu studi mendalam terhadap biaya, waktu dan kualitas dari sistem akuntasi mereka. Dari studi yang menggunakan pendekatan six sigma tersebut berhasil teridentifikasi sekitar 22% proses yang ternyata ‘mubazir’ dilakukan. Dengan cara ini perusahaan farmasi ini dapat meningkatkan profit melalui pengurangan waktu yang terbuang percuma sekaligus meningkatkan kepuasan pelanggan internal mereka.
s  Sebuah perusahaan penerbangan yang menghadapi persaingan yang tajam, menerapkan sistem six sigma ini untuk meningkatkan pelayanan. Caranya adalah dengan mengurangi angka keterlambatan serta efisiensi jadwal penerbangan, di luar akibat-akibat teknis. Melalui program six sigma ini angka keterlambatan akibat faktor non-teknis dapat direduksi hingga 70% dalam kurun waktu tiga tahun penerapan program six sigma ini.
Dengan memungkinkannya aplikasi six sigma pada industri-industri jasa seperti dicontohkan di atas, sebenarnya menunjukkan bahwa mitos berupa “six sigma hanya untuk produksi atau manufacturing” dapat ditepis. Six Sigma ternyata dapat dipadukan dengan strategi, proses industri manapun, tentunya jika didukung oleh kualitas SDMyang memadai. Bahkan, belakangan ini muncul trend baru untuk menggunakan six sigma sebagai metode yang efektif dalam rangka efisiensi proses atau untuk meningkatkan proses-proses kerja yang critical dan penting dalam suatu perusahaan. Inilah dasar penting yang mendorong aplikasi besar-besaran six sigma di sektor-sektor non-produksi seperti: perdagangan, marketing, transaksi finance, document processing, dll termasuk yang akan kita bicarakan yakni penerapan six sigma untuk efisiensi fungsi SDM.
Pentingnya Six Sigma untuk bidang SDM
Perlu diketahui bahwa dasar filosofis (basic philosophy) implementasi konsep dan sistem Six Sigma di bidang SDM atau HRD (human resources development) adalah untuk menempatkan orang yang tepat pada fungsi yang tepat, pada waktu yang tepat serta dengan biaya yang tepat. Atau, biasanya diistilahkan dengan right people in the right place at the right time at the right cost. Saat ini, Six Sigma sudah mulai diterapkan oleh beberapa perusahaan multinasional untuk bidang SDM mereka, termasuk Citibank melalui program mereka yang disebut Citibank Cross Functional Performance Challenge. Program ini merupakan hasil kerjasama Citibank dengan Motorola University Consulting and Training Services sejak tahun 1997 (Rochelle Rucker, “Citibank Increases Customer Loyalty With Defect-Free Processes”, 2000). Termasuk pula disini adalah perusahaan AlliedSignal yang mulai menerapkan six sigma di luar bidang produksi mereka.
Hal ini dilakukan sebagai langkah strategis untuk pengembangan proses SDM mereka. Berbagai hasil yang diperoleh melalui konsep ini adalah terjadinya peningkatan efektivitas kerja fungsi SDM, proses kerja yang lebih cepat serta lebih cost-effective dengan meningkatnya kepuasan internal customer, peningkatan motivasi serta kepuasan kerja di lingkungan SDM, yang pada akhirnya, meningkatkan kinerja bisnis secara menyeluruh.
Aplikasi konsep six sigma untuk fungsi SDM sebenarnya juga membantu HRD (Human Resources Department) mengeliminasi berbagai persepsi atau pandangan negatif yang seringkali ditujukan ke departemen HRD. Selama ini HRD seringkali dianggap hanya merupakan cost center, tempat menampung ‘sampah’ berupa keluhan dan komplain karyawan bermasalah, serta seringkali dianggap tidak memberikan kontribusi kepada proses kinerja bisnis. Akibatnya, HRD seringkali dipandang sebagai departemen yang reputasinya kurang diperhatikan. Apalagi, pada beberapa perusahaan, HRD-nya justru seringkali memberikan servis yang jelek, lambat serta kurang hemat biaya di dalam program-program mereka.
Padahal banyak studi menunjukkan bahwa bidang SDM mempunyai implikasi yang besar terhadap keseluruhan kinerja bisnis. Sebagai bukti, dalam tulisannya “Impact of People Management Practices on Business Performance” mengenai hasil riset yang dilakukan oleh Patterson, dkk terhadap sekitar 100 buah perusahaan kecil dan menengah di Inggris disimpulkan bahwa, “Praktek SDM di suatu perusahaan adalah prediktor utama keberhasilan dalam perkembangan bisnis setiap perusahaan”.
Dengan demikian, dilihat dari metodenya sendiri, tujuan utama dari penerapan six sigma untuk bidang HRD antara lain: memperbaiki proses kerja yang lambat, mengurangi terjadinya penyimpangan-penyimpangan kerja, mereduksi proses kerja berulang yang tidak efektif, mempertahankan proses kerja pada level yang optimal, serta memperbaiki proses kerja HRD yang berpengaruh secara signifikan terhadap strategi bisnis dengan berfokus pada kepuasan pelanggan internal (internal customer). Selanjutnya, tujuan utama lain yang juga hendak dicapai adalah meningkatkan kepercayaan serta kontribusi fungsi HRD, meningkatkan kepuasan internal HRD sendiri, mempromosikan efektivitas program six sigma serta meningkatkan kerjasama tim yang lebih baik. Dibawah ini menggambarkan perbedaan paradigma dan nilai pada HRD yang tradisional dengan yang menganut sistem six sigma:

Tradisional
Six Sigma
Permasalahan
Sikap reaktif
Sikap proaktif
Analisis
Perasaan,pengalaman & intusisi
Data
Fokus Utama
Produk yang dihasilkan
Proses menghasilkan
Perencanaan
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Kontrol
Eksternal
Self control
Level Partisipasi
Kepatuhan
Komitmen
Tanggung jawab
Atasan
Semua pihak terkait
Dilihat dari berbagai tujuan tersebut di atas, tidak diragukan bahwa six sigma memang tampak ideal bagi departemen HRD. Hanya saja, Six Sigma bukanlah suatu program singkat atau proyek pengembangan cara cepat (short cut program). Kenyataan menunjukkan bahwa didalam penerapannya, dibutuhkan komitmen yang tinggi, disiplin, kerjasama serta ketekunan untuk mempraktekkan metode dan sistem six sigma ini. Masalahnya, kadang-kadang hasil dari implementasi program six sigma seringkali baru dapat dirasakan tiga atau empat tahun kemudian. Suatu periode waktu yang seringkali membuat banyak pelaku bisnis berpikir dua kali sebelum berkomitmen untuk menerapkan sistem ini.
Kesamaan-Perbedaan Aplikasi Six Sigma untuk HRD dan Produksi
Pertama-tama, mari kita lihat kesamaan antara penerapan six sigma di bidang SDM dengan proses produksi (manufacturing). Kesamaan-kesamaan itu adalah:
  • sama-sama melihat pentingnya isu manusia dalam memperbaiki kinerja dan mereduksi penyimpangan (misalkan, ketakutan akan perubahan sistem, ketakutan untuk diukur, ketidakpuasan dengan proses kerja tertentu, etc.);
  • perlunya melibatkan dua ujung dari suatu proses yakni mulai dari supplier hingga pelanggan (customer);
  • perlunya memetakan proses yang berlangsung saat ini;
  • kebutuhan akan alat pengukuran yang mudah digunakan, efektif, untuk mendukung program six sigma;
  • pentingnya cara mengkoleksi data yang tepat dan akurat;
Dan yang terpenting, keberhasilan penerapan six sigma baik di bidang SDM maupun produksi atau manufacturing jelas-jelas sangat tergantung pada komitmen dari para pimpinan.
Beberapa perbedaan nyata antara aplikasi six sigma untuk bidang SDM yang berbeda dengan proses manufakturing adalah:
  • banyaknya variabel di bidang SDM yang sulit diukur;
  • bidang SDM berhubungan denagan pengukuran sikap manusia yang kadang-kadang sulit dikendalikan;
  • banyaknya cost yang tak dapat dikuantifikasikan dalam bidang HR;
  • dibutuhkan kreativitas yang tinggi untuk mampu menerjemahkan sesuatu proses di HRD sehingga dapat diukur;
  • variasi requirement customer yang tinggi dan variatif pada bidang SDM
Metodologi Aplikatif untuk HRD
Singkatnya, model six sigma yang banyak dikembangkan untuk bidang HRD sekarang ini adalah model perubahan berdasarkan konsep Six Sigma yang mencakup langkah-langkah prioritize-measure-analyse-improve-control. Adapun langkah-langkah praktisnya adalah sebagai berikut:
1.       Prioritas. Prioritas dimulai dengan mengidentifikasikan servis apa saja yang diberikan oleh HRD. Kemudian, para pelanggan internal, biasanya orang-orang dari departemen lain, diminta untuk mengidentifikasi serta ditanya untuk menunjukkan hal-hal yang mereka anggap penting dari pelayanan HRD bagi mereka. Kemudian, dari data yang diperoleh, HRD membuat prioritas mulai dari servis HRD yang dianggap paling penting hingga yang kurang penting. Dalam hal ini, Pareto chart dapat dipakai sebagai alat bantu analisis untuk menentukan isu-isu atau masalah-masalah yang dianggap paling penting bagi pelanggan internal.
2.       Pengukuran (Measure). Setelah membuat prioritas, pihak HRD melakukan pengukuran terhadap proses kerja atau kinerja yang berkaitan dengan faktor-faktor penting yang dianggap perlu mendapatkan prioritas. Hal ini biasanya cukup sulit. Khususnya ketika HRD harus mengkuantifikasikan proses kerja yang tadinya kualitatif. Misalkan saja, mengukur tingkat relevansi pelatihan yang diberikan dengan job requirement posisi tertentu, mengukur tingkat penyimpangan dalam proses rekrutmen antara kriteria permintaan user dengan kualifikasi calon yang direkrut atau mengukur kepuasan pelanggan internal terhadap pelayanan departemen HRD. Akan jauh lebih mudah mengukur proses kerja HRD yang mudah dikuantifikasi misalkan: lamanya proses perhitungan gaji, jumlah penyimpangan dalam perhitungan gaji, lamanya proses pembuatan dokumen tertentu, dll.
Selain pengukuran yang bersifat kuantitatif di atas, ada pula beberapa aspek kualitatif yang harus dipertimbangkan. Dalam hal ini biasanya dibuat suatu kriteria yang dikenal sebagai measures of performance selection (MOPS) yang pada intinya mengukur berbagai faktor, misalkan: keterkaitan antara berbagai proses di HR dengan tujuan perusahaan; critical-to-quality measures (CTQ) di department HRD; menentukan critical-to-cost measures (CTX); mengukur added value bagi organisasi serta added value suatu proses bagi individu.
3.       Analisis (Analyze). Analisis paling efektif dimulai dengan penyusunan peta proses HRD secara keseluruhan. Peta yang efektif dan komprehensif, pada akhirnya akan dapat menggambarkan efisien tidaknya suatu proses yang telah berjalan di departemen HRD. 4 proses utama yang biasanya dianalisis pertama kali dalam bidang HRD biasanya menyangkut proses komunikasi, resourcing, pemberian imbal jasa serta pengembangan manusia. Dalam proses analisis, setiap langkah maupun proses di HRD ditantang dengan pertanyaan-pertanyaan kritis seperti: Apakah added value dari proses-proses ini? Bisakah cycle time-nya dipersingkat? Apakah proses ini bisa dibuat menjadi lebih sederhana? Dimanakah penyimpangan dari standar pekerjaan di HRD sering terjadi? Bagaimana mengurangi angka penyimpangan tersebut? dll.
4.       Improve. Setelah dilakukan analisis, berikutnya adalah melakukan pengembangan, modifikasi dan implementasi atas berbagai alternatif solusi yang mungkin dilakukan. Solusi tersebut dibuat mengikuti hasil identifikasi atas berbagai parameter vital yang telah dievaluasi. Inisiatif improvement ini dapat berupa pencatatan, pelaporan, sistem informasi, proses kerja baru, program baru atau metode kerja yang lebih disempurnakan. Yang terpenting pada langkah ini adalah mencari cara atau metode untuk ‘menantang HRD’ mencapai level six sigma, atau hanya terjadi sekitar 3.4 penyimpangan per sejuta suatu proses kerja. Misalkan saja, untuk mengurangi penyimpangan yang tinggi antara training plan dengan realisasi pelatihan (training realization), sebuah perusahaan multinasional bidang information technology menggunakan sistem informasi real time yang mampu mengingatkan siapa-siapa nama karyawan yang direncanakan untuk diberikan pelatihan. Proses ini secara signifikan membantu tingkat realisasi training plan yang tandinya hanya 30% meningkat menjadi 80%.
5.       Control. Tujuan utama dari tahapan kontrol ini adalah untuk mempertahankan serta memperoleh pengembangan berkesinambungan (continuous improvement) dari proses yang terjadi di HRD. Laporan kuartal serta review yang dilakukan secara berkala oleh departemen HRD dapat dijadikan sebagai alat kontrol efektivitas atas perbaikan yang telah dilakukan di tahapan sebelumnya. Dalam tahapan kontrol ini biasanya dibuat hasil proses analisis (control charts, histograms, grafik kecenderungan serta monitoring charts yang lain), kesimpulan, observasi serta tindakan perbaikan yang dianggap perlu dilakukan di waktu yang akan datang.
Tidak Semua Harus Pada Level Six Sigma
Yang seringkali menjadi pertanyaan adalah: apakah semua proses di HRD harus mencapai defek sekitar 3.4 penyimpangan per satu juta proses? Jawabannya, tentu saja tidak. Beberapa jenis proses di HRD bahkan mungkin hanya perlu mencapai level four sigma atau five sigma saja.
Pada intinya, sebenarnya tidak semua proses harus mencapai level six sigma. Ada beberapa kriteria untuk menentukan apakah proses-proses di HRD perlu mencapai level six sigma. Kriteria tersebut antara lain: Pertama, proses tersebut sangat penting dan utama (menempati prioritas atas menurut hasil analisis kepentingan Pareto chart); Kedua, dapat dilakukan kontrol internal untuk mengurangi penyebab penyimpangan yang terjadi; Ketiga, akibat yang dapat ditimbulkan oleh penyimpangan tersebut cukup signifikan terhadap cost maupun proses kerja dan bisnis secara keseluruhan.
Dari contoh serta konsep di atas, kita ketahui bahwa Six Sigma mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam industri, bukan hanya bidang produksi saja tapi juga pada fungsi-fungsi bisnis yang lain. Yang jelas, metodologi six sigma ini menjadi semakin penting khususnya bila karyawan atau perusahaan cenderung terjebak dalam lingkaran setan yang menyebabkan mereka lebih banyak bersikap reaktif mengatasi simtom-simtom masalah daripada akar permasalahan yang sesungguhnya.
Yang penting dicatat disini pula adalah beberapa kendala yang mungkin muncul dalam menerapkan Six Sigma. Hal ini telah dialami oleh perusahaan Whirlpool, produsen mesin cuci piring yang justru mengalami penurunan nilai saham setelah mencoba menerapkan konsep six sigma (Fortune edisi 2 vol.143 22/01/2001). Dari analisis yang mendalam diketahui bahwa penyebabnya ada tiga: komitmen pimpinan atas six sigma yang tidak serius, partisipasi dan motivasi karyawan yang kurang dalam program six sigma serta upaya menghentikan program six sigma terlalu dini karena mengharapkan hasil dalam periode yang terlalu singkat.
Dari berbagai hambatan di atas, perlu kita garisbawahi kembali pentingnya disiplin, komitmen, usaha, kesabaran serta dukungan atasan dalam menerapkan six sigma, khususnya di bidang HRD. Jika nilai-nilai tersebut mendukung, maka akan terdapat banyak manfaat yang bisa dicapai melalui inisiatif six sigma ini. Manfaat terpenting dan paling nyata dari penerapan program six sigma untuk bidang HRD adalah terjadinya servis HRD yang lebih cepat, akurat serta lebih menghemat biaya. Dengan demikian HRD juga menjadi departemen yang lebih efektif dan efisien. Program six sigma ini juga dapat membantu HRD untuk lebih berani mengukur kemampuan mereka sendiri serta mengambil langkah-langkah perubahan secara lebih proaktif.
Harapannya, dengan adanya program six sigma di bidang HRD, tidak hanya untuk alasan efisiensi melulu melainkan juga untuk menciptakan kultur serta lingkungan kerja yang lebih partisipatif, lebih bertanggung jawab serta lebih mendorong kerjasama yang lebih baik. Melalui metode prioritize-measure-analyse-improve-control, HRD ternyata juga dapat mengaplikasikan suatu model dari six sigma yang sebelumnya dipikir sulit diterapkan di bidang non-manufakturing. Akhirnya, sekalipun kita diyakinkan bahwa six sigma memang penting untuk bidang HRD, perlu kita merenungkan apa yang dikatakan Lee Clifford yang menulis di majalah Fortune (22/01/2001) mengenai perlunya kebijaksanaan dalam mengaplikasikan six sigma. Komentar Lee sangat singkat namun mengena, “Defects don’t matter much if you’re making a product or service no one wants to buy.”
C.     FAKTOR LINGKUNGAN DAN EKSTERNAL
Kondisi bisnis banyak berpengaruh pada kehidupan kita. Oleh karena itu perusahaan-perusahaan mempunyai beberapa tanggung jawab pada kehidupan dan kesejahteraan manusia. Sekarang, masyarakat menuntut kepada perusahaan-perusahaan untuk mengemban tanggung jawab seperti itu lebih besar dari sebelumnya. Lingkungan perusahaan dapat diartikan sebagai keseluruhan dari faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi perusahaa baik organisasi maupun kegiatannya. Sedangkan arti lingkungan secara luas mencakup semua faktor ekstern yang mempengaruhi individu, perusahaan, dan masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan tersebut adalah luas dan banyak ragamnya, termasuk aspek-aspek ekonomi, politik, sosial, etika-hukum, dan ekologi/fisik dan sebagainya masing-masing faktor saling menunjang dan saling mempengaruhi.
  • Pengertian Lingkungan Perusahaan
Keseluruhan dari faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi perusahaan baik organisasi maupun kegiatannya. Arti lingkungan mencakup semua faktor ekstern yang mempengaruhi individu, perusahaan, dan masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan meliputi aspek-aspek ekonomi, politik, social, etika-hukum, dan ekologi/fisik dsb.
Perusahaan dalam Masyarakat yang Pluralistik
Masyarakat pluralistik adalah kombinasi dari berbagai kelompok yang mempengaruhi lingkungan perusahaan. Pluralisme mencerminkan usaha manusia untuk mempertemukan kebutuhan dan kepentingan dari berbagai organisasi.
Kesan negatif Tentang Perusahaan
Menyangkut penyelewengan pajak, penyelundupan barang, penyogokan kepada pejabat pemerintah, periklanan yang menipu, kebocoran pabrik yang berbahaya, pembayaran-pembayaran yang tidak legal dsb.
Usaha-usaha untuk Memperbaiki Kesan Negatif
Perusahaa harus tidak menciptakan masalah-masalah yang negatif serta perlu melaksanakan kegiatan hubungan masyarakat(humas) yang efektif. Kegiatan humas yang baik harus dapat menciptakan komunikasi dua arah yang serasi antara perusahaan dengan pemerintah dan masyarakat.
Secara umum, lingkungan organisasi dikategorikan ke dlm 2 bagian besar yaitu :
  1. Lingkungan Eksternal: lingkungan yang berada diluar organisasi
  1. Lingkungan Internal: lingkungan yang berada di dalam organisasi

LINGKUNGAN FISIK, ENERGI DAN KONSERVASI
Dari masalah-masalah ekonomi dan sosial, salah satu masalah yang sangat sulit diatasi dan memerlukan biaya besar adalah yang berkaitan dengan lingkungan fisik. Dibeberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta dan Surabaya sudah dirasakan semakin besarnya polusi udara dan air. Bahkan beberapa bagian di kota Yogyakarta yang tidak begitu besar dirasakan juga adanya pencemaran air tanah karena kondisi pemukiman yang melebihi kapasitas serta pembuangan limbah yang terlalu dekat dengan sumber air.
Ø  Ekologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Kualitas lingkungan kita sudah semakin menurun. Hal ini terutama disebabkan oleh kombinasi dari tiga faktor yaitu :
  1. Semakin meningkatnya konsentrasi penduduk
  2. Perkembangan teknologi baru
  3. Semakin meningkatnya kemakmuran ekonomi
Ø  Macam-macam Polusi merupakan pengrusakan lingkungan alam dimana kita hidup dan bekerja. Air dan udara yang sebelumnya bersih, sekarang telah tercemar. Macam-macam jenis polusi berikut ini menjadi ancaman bagi lingkungan yang sehat.
  1. Pencemaran Udara. Sebagian besar pencemaran udara diakibatkan oleh asap kendaraan bermotor mengingat jumlah kendaraan bermotor yang cukup banyak. Polusi udara menimbulkan dampak negatif yang biasanya dikaitkan dengan penyakit jantung dan pernapasan. Contoh ekstrim peristiwa bocornya pabrik pestisida Union Carbide di Bhopal, India yang mengakibatkan jatuhnya ribuan korban baik meninggal maupun cacat serta akibat-akibat lain. Bulan April 1986, terjadi pencemaran udara yang hebat karena meledaknya pusat listrik tenaga nuklir di Chernobyl, Uni Soviet yang menimbulkan radiasi dan meminta banyak korban.
  2. Pencemaran Air. Cukup banyak kasus pencemaran air di Indonesia yang berasal dari berbagai macam sumber seperti lingkungan industri, pemukiman, dan lingkungan pertanian. Penggunaan pupuk yang mempunyai kandungan nitrat cukup besar dapat menyebabkan polusi air baik di permukaan maupun di bawah tanah.
  3. Pencemaran Sampah Awet. Di dunia ada tiga macam tempat pembuangan sampah, yaitu bumi, air, dan angkasa. Sering sampah awet, seperti kaleng bekas, botol, karet dan plastik, sulit mendapatkan pembuangan; ditanampun tidak lekas larut dalam tanah. Pekerjaan yang dilakukan oleh para pengumpul kaleng merupakan tahap awal dari proses pengolahan kembali sampai awet. Dalam perekonomian kita proses pengolahan kembali sangat penting, disamping dapat menciptakan lapangan kerja juga dapat menghemat energy, memberikan sumber bahan baku pelengkap bagi produksi, dan membantu mengatasi persoalan sampah.

LINGKUNGAN PEREKONOMIAN DAN PERPAJAKAN
     Lingkungan ekonomi beserta perubahannya, baik didalam maupun di luar negeri, berpengaruh terhadap kegiatan perusahaan internasional. Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi, yang merupakan unsur penting, sering menjadi perhatian oleh perusahaan-perusahaan multinasional dalam melakukan kegiatan bisnis internasionalnya. Unsur-unsur tersebut turut menentukan tingkat penawaran dan pemasaran dalam kegiatan bisnis internasional.
Menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat melemahkan tingkat konsumsi masyarakat, sehingga mengurangi daya beli mereka.
     Hal ini terutama karena kegiatan-kegiatan perusahaan internasional didorong oleh motivasi ekonomi dan perusahaan patut memperhtungkan perkembangan lingkungan eknomi. Seperti, salah satu pendorong perusahaan AS memasuki pasar internasional adalah untuk mencari pangsa pasar di luar negeri, akibat melemahnya pemasaran di dalam negeri sehubungan menurunnya GNP.
Ø  Alasan-alasan bagi Meningkatnya Pengeluaran Pemerintah.
Pemerintah membiayai pengeluarannya dari hasil pemungutan pajak. Alasan-alasan bagi pemerintah untuk menaikkan pajak adalah untuk membiayai pengeluaran yang semakin meningkat. Meningkatnya pengeluaran pemerintah ini merupakan suatu tendesi yang mungkin menyebabkan naiknya laju pertumbuhan urbanisasi. Pertambahan penduduk dan permintaan masyarakat, serta pengeluaran biaya untuk pertahanan Negara.
Adanya pertambahan penduduk dapat mengakibatkan pengeluaran pemerintah lebih besar. Pemerintah perlu menyediakan kebutuhan pokok mereka dengan usaha-usaha peningkatan produksi dalam negeri dan pengadaan impor dari luar negeri. Walaupun pemerintah sudah menekan laju pertumbuhan penduduk dengan program keluarga berencana (KB) nya. Tetapi pertumbuhan penduduk tetap berjalan. Proses urbanisasi yang pesat menyebabkan masalah baru seperti perlindungan kebakaran, pengaturan selokan-selokan, penyediaan air minum, masalah kesehatan, pendidikan dan transportasi. Masalah tersebut ditangani pemda setempat. Pemerintah telah pula meningkatkan higina perorangan dan sanitasi lingkungan terutama di pedesaan seperti pembangunan sarana air minum, pembangunan jamban keluarga dan usaha pencegahan pencemaran lingkungan. Usaha mengatasi pencemaran lingkungan dengan melakukan pengawasan pemeriksaan higina serta sanitasi terhadap perusahaan, tempat penjualan makanan dan minuman serta tempat umum, pengamanan penggunaan pestisida dan pengawasan kualitas air minum terutama di kotamadya.
Ø  Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah
Tidak semua pajak yang dipungut oleh pemerintah ditunjukkan untuk meningkatkan penghasilan, terutama pajak-pajak yang dikenakan pada tempat-tempat perjudian, dan pajak impor untuk melindungi kegiatan usaha dalam negeri terhadap persaingan harga. Apabila pengeluaran pemerintah lebih besar dari penghasilannya maka akan terjadi defisit. Untuk menutup defisit dilakukan peminjaman kepada bank-bank disebut utang negara. Ada beberapa macam pajak yang dikenakan oleh pemerintah, antara lain :
a.       Pajak Tidak Langsung, dapat dikenakan atas barang-barang seperti rokok, tembakau, minuman keras dan sebagainya, yang dibayar oleh importir, produsen dan pedagang besar. Pajak tersebut dinamakan pajak penjualan (PPn).
Macam pajak lain yang termasuk pajak tidak langsung adalah pajak penjualan impor, cukai, bea masuk, pajak ekspor, dan sebagainya.
b.      Pajak Langsung adalah termasuk pajak langsung karena langsung dikenakan atau dipungut pada pembayaran pajak. Macam pajak lain yang dapat digolongkan sebagai pajak langsung ini adalah pajak pendapatan (PPd), pajak perseroan (PPs) dan pajak dividen.
Secara keseluruhan penerimaan pemerintah dapat diporeleh dari:
·         Penerimaan dalam negeri, meliputi: pajak langsung, pajak tidak langsung, penerimaan minyak dan penerimaan bukan pajak.
·         Penerimaan pembangunan, meliputi: bantuan program dan bantuan proyek.
 Sedangkan seluruh pengeluaran pemerintah dapat dikelompokkan kedalam:
·         Pengeluaran rutin, antara lain berupa : belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom, bunga dan cicilan utang serta pengeluaran lain.
·         Pengeluaran pembangunan. Pembiayaan pembangunan sektoral yang antara lain meliputi sector-sektor pertanian dan pengairan, industri dan pertambangan, tenaga listrik, perhubungan dan pariwisata, pendidikan dan kebudayaan, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Usaha-usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan nasional dilakukan dengan melaksanakan pembangunan sektoral ( meliputi sektor-sektor pertanian dan pengairan, industri dan pertambangan, tenaga listrik, perhubungan dan pariwisata, pendidikan dan kebudayaan, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pertahanan dan keamanan serta aparatur Negara secara keseluruhan telah menunjukkan peningkatan dalam jumlah yang cukup besar ) dan pembangunan regional.
LINGKUNGAN HUKUM
Kebiasaan-kebiasaan, tradisi, peraturan-peraturan, konstitusi dan keputusan-keputusan suatu lembaga merupakan sumber dari sistem hukum yang berlaku. Manajer perusahaan harus mengambil kebijaksanaan yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Disamping itu juga perlu mempertimbangkan besarnya keuntungan yang akan didapat dan resiko yang akan dihadapinya.
Hukum yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam :
1.       Hukum publik mengatur masalah-masalah yang menyangkut kepentingan dan keamanan umum. Aturan-aturan hukum yang dapat dimasukkan sebagai hukum publik ini adalah hukum tatanegara, hukum tatausaha, dan hukum pidana
2.       Hukum privat merupakan hukum yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan seseorang dan kelompok-kelompok dalam masyarakat. Yang termasuk ke dalam hukum privat adalah hukum perdata dan hukum dagang.

LINGKUNGAN PEMERINTAH
Pemerintah telah memberikan bantuan dalam kehidupan perusahaan berupa perlindungan atas kekayaan, pengadaan kontrak dan pemberian paten. Pemerintah juga membantu perusahaan-perusahaan kecil atau lemah karena merupakan unit usaha yang penting untuk menampung tenaga kerja dan dapat memberikan harga yang lebih rendah kepada konsumen ( subsidi ).
-            Bantuan di Bidang Transportasi. Contoh: Usaha-usaha pemerintah melalui perusahaan-perusahaanya seperti Garuda Indonesia Airways ( GIA ) di sektor angkutan udara, PELNI di sector angkutan laut dan DAMRI di sector angkutan darat telah mendorong usaha-usaha baru yang dilakukan oleh swasta; bahkan dapat menimbulkan daya saing yang lebih besar untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
-            Bantuan pada Perusahaan-Perusahaan Kecil.
a.       Bantuan finansial : Bantuan semacam ini diwujudkan dalam bentuk kredit. Kredit dalam investasi kecil, kredit modal kerja permanen, dan kredit candak kulak dengan tingkat bunga yang rendah.
b.       Bantuan pemberian kontrak : Bantuan yang berupa jasa maupun pembelian hasil produksi secara langsung dapat mendorong kegiatan pemasarannya.
c.       Bantuan teknik dan manajemen : Bantuan semacam ini umumnya diberikan kepada koperasi-koperasi dengan tujuan untuk menggiatkan usaha-usaha para anggota koperasi secara bersama-sama dan merata.
a.       Bantuan di Bidang Komunikasi, yang meliputi kegiatan-kegiatan siaran radio, televisi, telepon dan pengembangan ruang angkasa seperti penggunaan satelit dikuasai dan diatur oleh Pemerintah. Untuk melindungi kehidupan usaha itu Pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan menyangkut bidang-bidang transportasi, komunikasi, pelayanan umum (listrik, air minum dsb), energi dsb.

LINGKUNGAN INTERNASIONAL

-            Neraca Pembayaran Nasional. Keadaan perekonomian internasional beberapa Negara ditunjukkan dalam neraca pembayarannya. Neraca pembayaran ini menggambarkan transaksi-transaksi internasional, yaitu jumlah utang Negara X kepada Negara Y dan jumlah utang Negara Y kepada Negara X. Neraca pembayaran tersebut adalah neraca perdagangan. Jika suatu Negara mengekspor barang-barang melebihi impornya, keadaan seperti ini menunjukkan neraca perdagangan yang menguntungkan. Jika impor lebih besar dari ekspornya, maka keadaan neraca perdagangan tidak menguntungkan
-            Perusahaan-perusahaan Multinasional  (Multinational Corporation), kebanyakan berasal dari Negara-negara Eropa, Amerika dan jepang. Pasar yang dikuasainya meliputi beberapa Negara selain negaranya sendiri. Misalnya, perusahaan-perusahaan di jepang seperti : Toyota, Mitsubishi, dan sebagainya. Mereka memperluas pasarnya ke Negara-negara lain dengan tujuan untuk menampung kelebihan hasil produksinya di atas kebutuhan untuk konsumsi dalam negeri.
-            Kegiatan-kegiatan Multinasional. Perusahaan ini beroperasi disuatu Negara untuk mengembangkan pasarnya secara ekonomis dan berusaha memanfaatkan keadaan politik yang menguntungkan. Kegiatannya dapat berbentuk suatu joint venture, perjanjian lisensi atau kontrak-kontrak khusus yang ditandatangani bersama dengan pemerintah. Adanya perusahaan multinasional dapat membantu untuk memperbaiki kondisi perekonomian dari satu Negara terhadap Negara lain dan mendorong peningkatan kemampuan teknologi, manajemen serta keterampilan orang-orang dimana perusahaan tersebut beroperasi. Masuknya perusahaan-perusahaan multinasional ke Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing (PMA).Semua masalah tentang modal di Indonesia diatur oleh Lembaga Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
-            Ciri-ciri Perusahaan Multinasional. PBB dalam laporan tahunan 1973 mendefinisikan perusahaan Multinasional sebagai suatu perusahaan yang kegiatan pokoknya meliputi usaha-usaha pengolahan/manufaktur atau pemberian jasa dalam sedikitnya dua Negara. Dengan definisi ini maka Perusahaan Multinasional merupakan sumber dari penanaman modal asing langsung dan jumlahnya merupakan ukuran kegiatan Perusahaan itu. Sebagian besar dari penanam modal asing di Negara-negara sedang berkembang diusahakan dibidang sumber daya alam, sisanya dibidang pengolahan, perdagangan, prasarana, transport, perbankan, turisme dan jasa-jasa lainnya. Kesimpulannya, perusahaan multinasional merupakan sumber dari penanaman modal asing langsung dan jumlahnya merupakan ukuran kegiatan perusahaan itu
-            Lingkungan eksternal yang terdapat dalam perusahaan multinasional:
a.       Faktor faktor ekonomi

s  Organisasi dari sistem bank sentral
s  Stabilitas ekonomi
s  Eksistensi pasar modal
s  Pembatasan valuta

b.       Faktor-faktor politik dan hukum

s  Kualitas, efisiensi, dan keefektifan struktur perundang-undangan
s  Pengaruh kebijakan pertahanan
s  Dampak kebijakan luar negeri
s  Tingkat kerusuhan politik
s  Tingkat keterlibatan pemerintah dalam bisnis

c.       Faktor-faktor pendidikan

s  Tingkat melek huruf
s  Cakupan dan jenjang pendidikan formal serta sistem pelatihan
s  Cakupan dan jenjang pelatihan teknik
s  Keluasan dan mutu program pengembangan manajemen

d.       Faktor-faktor sosiologis. Perusahaan multinasional menghadapi masalah-masalah etika yang tidak dihadapi perusahaan domestik. Masing-masing negara mempunyai kebiasaan dan peraturan yang berbeda. Perusahaan multinasional harus menetapkan apakah kebiasaan tertentu benar-benar suatu cara berbisnis yang berbeda atau apakah merupakan pelanggaran atas kode etik berbisnisnya.

s  Perilaku sosial terhadap industri dan bisnis
s  Perilaku budaya terhadap otoritas dan orang-orang yang menjadi bawahan
s  Perilaku budaya terhadap produktifitas dan keberhasilan (etika kerja)
s  Perilaku sosial terhadap keuntungan material
s  Keragaman budaya dan ras. Perbedaan struktur sosial budaya, yang mirip hasil produk budaya masyarakat maju, merupakan kendala bagi perusahaan internasional. Suatu perusahaan asing secara sadar/ tidak, membawa tata nilai budaya negara asalnya, yang berlainan dengan tata nilai masyarakat setempat, sehingga memungkinkan terjadinya bentrokan sosial budaya antar kedua belah pihak.
Aspek sosial budaya ini dapat mempengaruhi fungsi-fungsi manajemen, pemasaran, sumber daya manusia, produksi, dan strategi perusahaan.
Banyak contoh bisa dikemukakan, tetapi yang jelas perusahaan multinasional sebaiknya menyesuaikan strateginya dengan sistem sosial budaya masyarakat lokal. Adaptasi sosial budaya dimaksudkan untuk mengurangi resiko konflik atau pertentangan sosial budaya dengan masyarakat lokal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar